Kamis, 18 Februari 2010

Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah

Pengertian kinerja secara sederhana adalah prestasi kerja atau hasil pelaksanaan kerja. Istilah kinerja berasal dari kata “performance”, sedangkan pengukuran kinerja disebut dengan “performance measurement”. Bernardin & Russel dalam Gomes (1999:146)  mendefinisikan kinerja (performance) adalah “… catatan hasil (outcomes) yang dihasilkan  dari fungsi  suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Sedangkan pengukuran kinerja adalah sebagai suatu metode untuk menilai kemajuan/hasil yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan (LAN – RI, 2000:5). Berpijak dari pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya kinerja adalah hasil capaian atau prestasi kerja yang diperoleh oleh suatu organisasi dalam rangka mencapai  tujuan dan sasaran  yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan pengukuran kinerja merupakan alat atau metode yang digunakan untuk memberikan penilaian seberapa besar tingkat prestasi kerja atau capaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.    

1. Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Kecamatan

Salah satu konsekuensi logis dari pemberian otonomi daerah adalah terjadinya pergeseran kedudukan dan kewenangan pemerintah kecamatan dimana fungsi kecamatan yang semula  merupakan wilayah administrasi pemerintah yang menjalankan tugas dan fungsi dekonsentrasinya, bergeser menjadi bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota. Kedudukan dan kewenangan kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten/kota. Telah diatur  dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagai berikut:

a.       Kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dipimpin oleh Camat yang pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah( pasal 126 ayat 2).

b.      Selain tugas tersebut Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan (pasal 126 ayat 3) yang meliputi:

(1)   mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

(2)   mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

(3)   mengkoordinasikan  penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

(4)   mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

(5)   mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah di kecamatan;

(6)   membina penyelenggaraan pemerintah desa dan/atau kelurahan;

(7)   melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

c.       Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah kabupaten/kota dari  PNS  yang menguasai pengetahuan teknik pemerintahan dan memenuhi persyaratan  (pasal 126 ayat 4);

d.      Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota (pasal 126 ayat 5).

Berdasarkan amanat yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dipahami bahwa  kedudukan kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai salah satu perangkat daerah kabupaten/kota yang memiliki kewenangan berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Pada prinsipnya kewenangan terdiri dari dua macam sebagaimana yang dikemukakan oleh Wasistiono (2002:28) bahwa kewenangan dibedakan atas dua macam yaitu kewenangan atribut dan kewenangan delegatif. Kewenangan atribut diartikan sebagai kewenangan yang melekat dan diberikan kepada sesuatu institusi atau jabatan yang dimiliki oleh seorang pejabat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sementara kewenangan delegatif adalah kewenangan  yang bersumber dari pendelegasian kewenangan dari institusi atau  pejabat yang lebih tinggi jabatannya.

2. Indikator Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah

Dalam merumuskan beberapa indikator kinerja dalam penelitian ini didasarkan atas beberapa teori-teori yang ada. Berdasarkan pengertian kinerja yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2003:147-148) bahwa arti performance atau kinerja dapat disimpulkan menjadi sebagai berikut: “performance” adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang  dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab  masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan menurut Bernardian & Russel dalam Sedarmayanti (2003:148) menjelaskan bahwa kinerja didefinisikan sebagai catatan  mengenai outcome yang dihasilkan  dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula. Selanjutnya menurut Hasibuan (1999:75) bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang didasarkan atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa  gabungan dari tiga faktor penting yaitu; kecakapan, usaha, dan kesempatan.

            Pendapat lain mengenai indikator-indikator yang harus diperhatikan dalam rangka pengukuran kinerja pelayanan dapat diketahui dari pendapat yang dikemukakan oleh Lenville sebagaimana dikutip Yuosa (2002:48) yang mengusulkan bahwa paling tidak ada tiga konsep  yang dapat digunakan sebagai indikator kinerja organisasi pemerintah yaitu; responsibility (responsibilitas),  responsiveness (responsif) dan accountability (akuntabilitas). Senada dengan pendapat di atas, Dwiyanto (dalam Yuosa, 2002:48) mengatakan bahwa dalam mengukur kinerja organisasi pemerintah (birokrasi publik) disesuaikan  dengan tugas dan fungsi yang dijalankan. Selanjutnya dikatakan bahwa  indikator kinerja yang komprehensif karena mencakup  dimensi-dimensi: kualitas layanan, produktivitas, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.

                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar